Selasa, 24 Maret 2009

Di antara Dilema



Melbourne, 1 Maret 2007

Australia itu amat jauh untukku, dua hari yang lalu kusimpan belahan hati ini di kota nan indah, Bandung tercinta. Sebelum kuberangkat, telah kupinang gadis pujaan yang kukenal saat perjalanan pulang ke kampung halaman. Parasnya yang hitam manis tak bisa lekang dari ingatan, budi lembut ia tampakkan dalam perbuatan, bibirnya makin manis dengan kata-kata menyejukkan yang ia utarakan. Ah, Anggi yang manis.. Pertemuan di bis siang itu tak disangka membawaku ke hadapan orang tua sang gadis, kumeminangnya dan jika Tuhan mengizinkan, dua tahun lagi akan kusunting ia tuk jadi bidadari surgaku.


Melbourne, 12 September 2007

Waktu terasa cepat bagiku, setengah tahun sudah kutinggalkan jantung hatiku di kota dingin itu. Aku dan ia saling menunggu satu sama lain, aku menunggunya tuk ia selesaikan kuliah S1 keperawatannya di Bandung, dan ia menungguku tuk selesaikan studi beasiswa S2 teknik-ku disini. Rindu rasanya akan wajah sendunya, senyum mawar yang mekar di bibirnya, rindu ucap santun saat ia membalas sapaku kala itu. Aku rindu ia..enam bulan berlalu kutetap rindu dirinya, dan kutahu ia kan setia..


Melbourne,25 September 2008

Entah imel ke berapa ini, tak terhitung lagi. Kutulis kabar dan kerinduanku akan dirinya lewat surat elektronik ini dan mempercayakan listrik dan udara menyampaikan ini padanya, Anggi-ku tersayang. Satu tahun berlalu, Anggi juga pasti rindu akanku. Ah, geer sekali aku ini.. Dan kabar ini akan membuat Anggi belonjak gembira, senyum mawarnya kan mekar, karena saat libur musim panas ini aku akan pulang, aku pulang dan menginjakkan kaki kembali ke pangkuan pertiwi. Aku akan pulang untuk keluargaku, dan spesial untuknya gadis bermata jeli yang kutemui satu setengah tahun yang lalu. Kan ku lewati Iedul Fitri tahun ini di tengah orang-orang yang kucintai. Rasanya tak sabar diri ini tuk segera terbang ke kampung halaman. Satu tahun terasa berabad-abad kulewati hari tanpa bersamanya di sisi. Imel yang kukirim belum juga menghapus gelisahku, mungkin hanya bersua dengannya kan jadi pelipur lara ini. Dan beberapa hari lagi ku kan dapati sosok wajah yang kurindu, ya, ia kan tepat dihadapanku.


Garut, 1 Oktober 2008

Hari lebaran datang, hari ketika dosa-dosa berguguran dan badai maaf yang menyejukkan dilelang. Manusia lahir kembali bak reinkarnasi menjadi pribadi-pribadi fitri yang kan arungi hari baru kini. Sungkeman ba’da sholat Ied berlangsung khidmat, aku bersimpuh di kaki bundaku, kucium tangannya, hormat. Begitu pula pada ayahku. Lebaran hari yang gembira, kala kulihat keceriaan menggelayut di wajah sepupu dan keponakanku. Wajah ceria itu kan mampir pula pada paras bidadariku, Anggi. Jika Tuhan mengizinkan, pada hari lebaran kedua, aku kan menemuinya, diri ini akan menjadi kado lebaran terindah untuknya..

***


Assalamu’alaikum..Anggi, saya Nurul, istri sahnya A Wira. Sudah 2 bulan kami resmi menikah. Saya mohon Anggi tidak mengganggu suami saya lagi. Terimakasih..”- Nurul.


Pesan singkat itu membuat Anggi terguncang, tanpa sadar airmatanya pun berlinang. Ia bingung kemana mencari kebenaran yang selama ini Wira tutupi dengan rapi, mungkin ini alasannya tak memberi kabar 2 bulan terakhir. Lelaki pujaannya kini telah jadi imam orang lain, bukan dia yang selama ini menunggunya setia. Takkan ada pernikahan yang ia asa-kan satu tahun mendatang, hatinya hancur tak terperikan..

Tiba-tiba ponselnya berbunyi lagi..

Assalamu’alaikum..Anggi saya minta maaf atas ketidakjujuran saya selama ini. Saya sudah menentang pernikahan itu, tapi apa daya, ibu dan kakak-kakak saya terus mendesak. Kejadiannya begitu cepat dan saya tak bisa lagi mengelak. Tapi sungguh saya tak menghendaki pernikahan ini. Jika Anggi mau menunggu, Aa akan ceraikan Nurul!!”- A Wira.


Mesej itu kian membuatnya tersedu, ia bimbang, galau, atau entah apatah namanya. Hatinya seakan tersayat sembilu berkarat, sakit nian. Di satu sisi, ia begitu mencintai A Wira namun di sisi lain, tak mungkin ia tuk sakiti Nurul, keluarga A Wira, termasuk orang tuanya sendiri. Hatinya kian ngilu, jika orang tuanya digunjingkan lantaran anaknya merebut suami orang. Anggi kalut, ia hanya bisa pasrah akan semuanya, hanya pada Tuhan ia meminta kekuatan..

Butuh waktu berhari-hari tuk menguatkan hati, namun hari ini ia beranikan diri tuk katakan :

Assalamu’alaikum..A Wira yang baik..Insya Allah saya terima ini semua dengan ikhlas, mungkin memang kita bukan jodoh. Saya ingin A Wira bahagiakan teh Nurul, sekarang dia bidadarimu. Dan tolong jangan ceraikan Teh Nurul hanya untuk menikahi saya. Saya tak mau sakiti hati siapapun. Terimakasih dan semoga berbahagia..”- Anggi.


Di sebrang sana, ponsel Wira bergetar..

Ia membacanya. Tiba-tiba jantungnya bak berhenti berdegup, tenggorokannya tercekat seketika. Hatinya hancur, dan asa-nya tercerabut satu per satu..


True story (Kokoro No Tomo, Rea chan),15-17 Oktober 2008

Ade Fariyani (adefariyani_03@yahoo.com)