Jumat, 26 Agustus 2011

Astagfirullah, mereka dibilang “Ayam”!!

Bismillah..

Ahad pagi saya diminta untuk mengisi pos tensi di acara Sekolah Ibu. Acara tersebut digelar di sekolah alam yang terletak di daerah Dago Pojok. Jujur saat itu pertama kali saya ke tempat tersebut. Untuk mencapai tempat tersebut biasanya memakai angkot Ciburial-Ciroyom agar satu kali naik. Ternyata setelah menunggu lama, angkot yang dinanti tak jua ada.

Pilihan lain untuk ke tempat tersebut, saya harus naik dua kali. Yakni angkot Sadang Serang-Caringin turun di Pasar Simpang Dago, kemudian dilanjut dengan Kalapa-Dago. Karna khawatir terlambat, akhirnya saya putuskan pilihan kedua saja. Tak lama angkot Sadang Serang-Caringin berwarna biru langit datang. Segera saya meluncur ke tempat tujuan.

Saya lupa bahwa Ahad pagi di sepanjang jalan Dago diadakan Car Free Day. Dimana selama kurang lebih empat jam sepanjang jalan Dago ditutup untuk kendaraan. Tiap Ahad pagi, jalan tersebut digunakan untuk arena olahraga seperti jogging, jalan santai, senam, dan bersepeda. Ketika angkot yang saya tumpangi melintas di jalan Sumur Bandung kemacetan terjadi.

Selama setengah jam saya harus menunggu. Namun angkot yang saya tumpangi tak ada pergerakan sedikit pun. Saat itu hanya ada saya, Pak sopir, dan seorang penumpang laki-laki. Tiba-tiba dari sebrang jalan kami melihat dua orang gadis berambut panjang melintas. Perawakannya yang semampai makin aduhai dengan kaos ketat dan celana pendek yang dipakai. Di tangan mereka ada satu pak rokok putih. Saya taksir mungkin mereka adalah SPG (Sales Promotion Girls) dari produk rokok tersebut.

Gaya dua gadis yang sensual itu mengundang pandangan lelaki. Tak terkecuali pak sopir dan penumpang angkot yang saya tumpangi. Tanpa sadar sopir angkot dan bapak penumpang berujar.
“Eh, eh..aya ayam!”mata dua lelaki itu menyisir badan dua gadis yang aduhai.
“Neng boleh beli rokoknya sebatang ngga??”tanya sopir angkot pada dua gadis itu. Setelahnya, mereka hanya terkekeh.

Dua gadis menghiraukan selorohan sepasang lelaki itu. Sedang saya hanya bisa menarik nafas dan mengurut dada melihat aksi dua lelaki tersebut. Ayam? Begitu rendahkan mereka hingga disamakan dengan hewan? Benak saya masih bingung, siapa sebenarnya yang harus disalahkan. Sepasang gadis atau dua lelaki genit itu?

Akhirnya karena kemacetan yang kian menggila, saya putuskan untuk turun dari angkot dan berjalan menuju Pasar Simpang. Setelah sampai, saya naik angkot menuju Dago Pojok. Saya yang buta jalan menuju Sekolah Alam memaksa untuk bertanya pada warga sekitar. Mereka bilang “Neng jalan lurus terus, sampai mentok. Sekolah alam mah deket Curug Dago. Lurus weh terus.”
Nyaris lunglai kaki saya mengetahui bahwa tempat yang saya tuju dekat dengan Curug Dago. Bisa dibayangkan, yang namanya curug alias air terjun jauhnya pasti minta ampun. Bakal naik-naik ke puncak gunung kayaknya, hiks..

Ternyata tak seperti apa yang dibayangkan, setelah jalan lurus sampai mentok saya dapati tempat tersebut. Sekolah alam rupanya lahan dengan beberapa bangungan kelas bertingkat dari kayu dengan cat warna-warni. Sekelilingnya ada kolam ikan, sawah, ladang jagung, dan lapangan sepak bola. Ada pula ayunan, perosotan, dan mainan anak-anak lainnya. Tak seperti sekolah.Tempat ini nyaris seperti taman rekreasi yang akan membuat betah anak-anak bermain sambil belajar. Pilihan sekolah yang bagus untuk anak, pikir saya.

Kembali pada undangan Sekolah Ibu, disana saya berkenalan dengan ibu-ibu alias ummahat. Meski ada beberapa orang yang masih lajang (termasuk saya), namun sebagian besar panitia adalah ibu-ibu. Di pos tensi saya berkenalan dengan seorang perawat lulusan SPK (Sekolah Perawat Kejuruan). Beliau sudah malang melintang di dunia keperawatan selama 25 tahun. Waw, hampir menyamai umur saya.

Profesi kami yang sama, membuat obrolan diantara kami terbuka. Beliau kini bekerja di sebuah
puskesmas di Bandung. Darinya saya belajar banyak hal. Salah satunya beliau mengisahkan pengalamannya yang hampir sama dengan yang saya alami tadi pagi. Suatu hari ada seorang gadis yang berbodi seksi datang ke puskesmas. Mengapa dibilang seksi, karena saat datang berobat dia mengenakan tank top plus celana pendek. Otomatis dada, paha, dan betis siap jadi santapan mata orang. Dari hasil pengkajian, ternyata sang gadis berprofesi sebagai penyanyi klub malam. Pantas saja jika dia berpakaian demikian.

Sang ibu kembali berkisah,
“Neng tau ga dia sakit apa?” saya menggeleng, “Sakit scabies, ararateul neng. Itu tangannya meuni merah-merah bengkak. Yaudah ibu kasih obat, da dokternya waktu itu ngga ada.”. Saya menjadi pendengar setia.

“Neng tau ga pas dia pulang. Kan naik motor, pas naiknya aduh itu punggung. Mana duduknya ngegang deui. Duh, ibu teh cuma bisa istigfar weh neng sambil bilang ke petugas yang lelaki teh, “Udah yang gitu mah jangan diliat, Dosa!”” Lanjut sang ibu.

Beginikah masalah umat? Tercerabutnya rasa malu dari diri. Saya tengok dalam-dalam dari saya. Adakah benar saya masih punya malu? Apakah benar saya masih punya iman? Bukankah malu sebagian dari iman? Duh, Ya Allah apa yang harus saya perbuat pada saudara saya itu, jika saya sendiri masih miskin rasa malu?


Saat Dhuha di Sekolah Alam

Tidak ada komentar: