Jumat, 26 Agustus 2011

Refleksi 22 tahun : Impian akan Kematian


Bismillah..

Mungkin kita jengah dengan kata ini. Mati. Sesuatu hal yang mungkin kita enggan bahas. Bahkan kita –saya khususnya- takut jika ada yang bilang “Kalo ada umur”, dan kalimat-kalimat lain yang seolah mengingatkan kematian. Terlepas dari itu, kematian adalah kepastian. Tanpa mengalami “mati” takkan pernah kita bertemu dengan Sang Cinta yang amat kita Rindukan. Kematian adalah pasti. Tanpa melewatinya surga takkan pernah kita tahu rupanya. Begitu juga neraka.

“Ngapain sih ngomongin kematian segala. Toh, umurmu kan baru 22 tahun. Berkisahlah tentang cita atau cinta. Berceritalah bagaimana indahnya mempersiapkan pernikahan atau indahnya impian daripada perencanaan kematian. Bukankah banyak hal lain yang lebih penting untuk dibahas, daripada kematian”. Begitu kata ego saya.

Ya, memang benar indah jika kita bicara soal cita atau cinta. Bicara pendamping yang didamba, pernikahan yang menjadi impian kita. Tapi, bukankah itu belum pasti? Bukankah kita masih buta akan masa depan kita? Bukankah kita begitu lemah karena belumlah tahu misteri masa depan kita sendiri. Hingga untuknya pun, kita selalu meminta pada Penguasa masa lalu dan masa depan, akan kebaikannya.

Bukan sahabat, bukan maksudku untuk meluruhkan cita, impian dan asa kalian. Seperti kata Arai, bermimpilah! Maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu. Ciptakanlah capaian yang tinggi, tapi ingatlah bahwa taksemua citamu bisa kau dapat. Saya pun punya impian. Dan salah satunya, adalah kematian yang saya cita-citakan.

Betapa indahnya, saat meninggal kita tengah mengerjakan amalan yang amat kita cintai. Seperti Alm. Ustad Rahmat Abdullah. Ketika wafat beliau tengah syuro (rapat). Dan selepas berwudhu, beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Alm. Ida Kusumah yang meninggal saat melangsungkan amalan tercintanya, acting. Sahabat, ingin meninggal dalam keadaan sepeti apa? Tengah melakukan apa?

Seorang guru saya bilang, bahwa kematian seseorang dan kehidupan setelahnya ditentukan dari ayat Al-Quran terakhir yang ia baca. Dan mengalirlah cerita darinya. Seorang ikhwan alumni ITB yang begitu aktif dan sholeh. Saat itu, ia dan ayahnya akan mudik ke kampungnnya di Jawa Tengah. Berboncengan motor, mereka melintasi jalanan. Namun, Allah berkehendak lain saat motor yang dikendarainya kecelakaan. Sang ayah tewas seketika. Dan ikhwan sholeh itu meninggal saat dilarikan ke rumah sakit. Rekan sang ikhwan pun melihat isi kantong almarhum. Betapa indahnya, saat melihat salah satu isinya adalah Al-Quran plus terjemahan. Dan dirunut, surat terakhir yang ia baca adalah At-Takwir. Subhanallah. Sahabat, surat mana yang mau sahabat pilih nanti?

Teman sejati adalah ia yang selau ada saat kita bahagia pun saat kita sedih. Guru saya bilang, teman sejati kita nanti bukan orang tua kita, bukan kakak atau adik kita, bukan kakek nenek, pun bukan pendamping kita. Sahabat sejati kita nanti adalah Al-Quran. Di bumi ia mendamaikan hati, di alam kubur ia laksana dian penerang, dan di yaumul hisab ia adalah saksi dan pembela kita. Dia pun yang akan mendekatkan kita dengan Allah dan Rasulullah. MasyaAllah, sudah terjalin seerat apa hubungan kita dengan Al-Quran??

Milad ini adalah sarana untuk saya introspeksi diri. Sudah punya bekal apa? Mau meninggal dengan amalan baik apa? Sudah sedekat apa dengan Quran? Ah, lagi-lagi saya merasa miskin amalan dan kaya dosa. MasyaAllah..

Semoga tulisan ini bermanfaat. Dan semoga sahabat berkenan memberikan kesaksian untuk saya di yaumul hisab. Ya Tuhan kami maafkanlah kami, ampuni kami, dan kasihanilah kami. Sesungguhnya hanya Engkau sebaik-baik Penolong kami…(QS. Al-Baqarah: 286)


RBC, Saat usia 22 tahun 8 hari..
-adenyando-

Tidak ada komentar: