Jumat, 26 Agustus 2011

Untukmu nan Istimewa


Bismillah..

Namanya Rainer. Seperti hujan, ia adalah sebuah berkah untuk keluarga kecilnya. Usianya baru menginjak tahun kedua belas. Suatu siang ia datang ke tempat terapi. Usianya yang menginjak remaja kontras dengan keadaanya saat ini. Ia dibopong sang ayah. Kaki mungil dengan otot betis yang nyaris nihil. Tiada bisa berjalan bahkan berdiri. Bahkan untuk duduk tegak pun perlu dada sang ayah untuk menyangga punggung kurusnya.

Siang itu pasien tengah penuh. Tanpa memesan tempat terlebih dahulu, sang ayah menyodorkan kartu registrasi. Setelah melunasi biaya, ia kembali duduk. Menunggu lagi. Tak berapa lama, namanya dipanggil. Tergopoh-gopoh sang ayah membopongnya menuju kamar terapi. Beberapa jam berselang lengkingan dari bibir mungilnya memecah keheningan kamar. Jerit pilu nan menyayat. Mengundang iba para pendengarnya.

Cerebral palsy atau biasa dikenal dengan kelumpuhan otak penyakit diderita Rainer. Hujan itu takbisa bermain sebagai anak seusianya. Alih-alih bermain, berdiri, belajar, bicara pun tak mampulah ia. Tatapan kosongnya memandang dunia. Malang, mungkin itu yang biasa kita katakan. Namun bukankah Tuhan, tak pernah sia-sia dalam menciptakan sesuatu? Bahkan seseorang?

***

Namanya Audy. Owner perkebunan teh di Ciwidey ini memiliki kisah nan luar biasa. Terutama perjuangan ibundanya yang mencitakan sulungnya ini tumbuh sebagaimana anak normal. Audy kecil dilahirkan sebagai tuna rungu. Tanpa pendengaran yang otomatis tanpa bisa bicara. Karna tak adalah yang bisa ia dengar hingga apa yang mesti ia utarakan.

Meski kenyataan begitu menyesakkan, namun terus berkubang dengan kekecewaan bukanlah solusi. Akhirnya hari-harinya diisi dengan permainan kata dalam kartu. Setiap hari sang ibu mengenalkan kosakata baru. Perlahan tapi pasti. Sang anak mengenal kata hingga kalimat lewat ingatannya. Kemudian ia mencoba melafalkan lewat lisannya. Hingga ia bisa dan biasa.

Melelahkan memang namun tetes perjuangan itu menghasilkan. Ketabahan sang ibu berhasil menerobos labirin takdir anaknya. Putranya nan istimewa itu tumbuh menjadi sarjana, pengusaha, dan menikahi kekasih tercintanya yang keadaanya lebih baik darinya. Tuhan memang menciptakan yang tak sia-sia adanya.

***

Namanya Hee Ah Lee. Dunia mengenalnya sebagai fourth fingers pianist. Inspirasinya menembus batas kemampuannya. Dilahirkan dengan empat jari dan tubuh sebatas lutut, bukan halangan untuk ia bisa berkarya. Keadaannya diperparah karena down syndrome yang dideritanya. Untuk menghitung angka pun sukarnya bukan main, ia rasa. Hingga untuk menghafal satu lagu, ia membutuhkan waktu satu tahun.

Adalah Woo Kap Sun, sang ibu sekaligus pahlawan dibalik kesuksesan He Ah. Mulanya, ia hanya berencana memberi les piano untuk melatih jari-jari Hee Ah yang lemah dan kaku. Namun ternyata dalam piano, Hee Ah menemukan hidupnya. Jatuh bangun usaha gadis berusia dua puluh empat tahun dan ibunya untuk menguasai alat musik itu. Bisa dibayangkan, setiap hari selama 10 jam, Hee Ah berkutat dengan benda berdawai, legam dan mengilat itu.

Sempat ia down karena menghabiskan waktu dengan hal yang sama sangatlah membosankan. Sempat ia berhenti bermain piano hingga menyulut amarah. Tak jarang pukulan sang ibu bertubi-tubi mendarat di tubuh mungilnya. Sang ibu melakukannya atas nama cinta. Cintanya ingin membuktikan pada dunia yang berwajah rembulan itu ada, dan sama seperti manusia normal lainnya. Putrinya bisa berkarya. Sekali lagi, Tuhan membuktikan bahwa tiadalah hal nan sia-sia yang Dia ciptaanNya.

***

Mari kita bercermin. Mereka manusia biasa serupa dengan kita. Meski dengan keistimewaan yang mereka punya, bukanlah hambatan untuk meraih prestasi. Bagaimana dengan kita? Adakah kita masih memandang keterbatasan kita sebagai penghambat untuk berprestasi? Pilihan kita untuk terus berkutat dengan alasan-alasan tanpa ada tindakan atau menerobos ketidakmampuan untuk menghasilkan karya. Sekali lagi, sebuah tamparan kecil melesatkan sebuah kesadaran. Kesadaran akan kemuliaan Tuhan yang begitu banyak memberi kita potensi. Namun, pilihan kita untuk menyadarinya atau mengabaikannya begitu saja.

Maa khalqta hazaa batila.
Tiada yang Tuhan ciptakan dengan sia-sia…


Purwakarta167, 060611

Tidak ada komentar: