Jumat, 26 Agustus 2011

Jus Kepantasan


Bismillah..

Mungkin judulnya agak aneh. Ini menandakan bahwa saya masihlah memiliki kesulitan dalam membuat judul sebuah tulisan (curcol ceritanye..). Okey, ceritanya bermula saat bapak saya membawa sekantung jambu biji. Jambu ini adalah sisa dagangan bapak yang tak laku terjual. Seperti itulah resikonya jadi pedagang. Kalo dagang makanan ya dimakan sendiri. Coba kalo dagang keset, ndak mungkin di makan juga kan?(heu..emang debus).

Bapak menyuruh saya untuk membuat jus jambu. Lumayan bisa buat salah satu minuman buka puasa. Niatnya sih buat konsumsi keluarga aja. Tapi di tengah proses pembuatan jus, saya mikir kenapa ndak dibagiin ke mushola juga ya?! Disantap anak-anak pasti rame dan seger. Setelah diblender dan dibikin es puter. Pasti bikin ngiler.

Akhirnya sore itu saja berjibaku di dapur. Jambu-jambu itu saya bersihkan kedua kutubnya. Kemudian direndam di air matang beberapa waktu sebelum dipotong-potong. Potongan dadu hijau merah muda itu masuk mulut blender. Tambah beberapa cc air dan satu dua sendok gula. Tombol on saya tekan dan mulailah proses peleburan itu. Tunggu punya tunggu, daging buah dan biji itu jadi satu. Terbentuklah konsistensi merah muda yang segar bila direguk. Slurrppp...(woi..shaum..woi!!)

Belum sampai di situ saja, pekerjaan belumlah usai. Saya masih harus menyaring biji-biji dari konsistensi jus tersebut. Kalo ndak, bisa usus buntu nanti. Proses penyaringan ini nih yang makan waktu lama. Saya harus ngubek-ngubek saringan biar tuh biji pada bubar. Kalau untuk satu-dua jambu sih it’s okey. Tapi ini jambu sekilo boy! Yah..nasib..tapi bukankah untuk suatu kenikmatan butuh perjuangan?! Apalagi tujuannya buat amal. InsyaAllah diganjar Allah, fren!

Akhirnya, cairan pink satu baskom itu siap dihidangkan. Namun ada yang mengganjal di hati. Apa rasanya udah enak? Mana belum beli gelas plastik lagi? Nanti gimana bagiinnya? Berbagai kendala berkecamuk di benak deh pokonya..

Kemudian mamah punya usul, gimana kalo dibagiinya besok aja. Biar nanti pas buka puasa dijajal dulu rasanya. Enak apa ndak. Kalo belum enak masih ada kesempatan buat bikin larutan gula sebagai campuran. Biar rasanya pol. Lagian kan belum beli gelas plastik juga. Sebenernya saya kurang sependapat sama usul mamah. “Mah, kan saya niat amalnya sekarang. Apa bisa ditunda besok? Keburu ndak ikhlas ntar.”gerutu saya dalam hati. (Maaf ya mah..).

Keputusan final, akhirnya saya ikutin saran mamah. Takut kualat kalo ndak dengerin nasihat orang tua (hehe..). Tibalah waktu buka puasa. Saatnya menjajal jus bikinan saya. Slurrrrppp...bapak ambil giliran pertama. Saya langsung lihat ekspresi wajahnya.

“Emm..kayak kurang apa gitu!”.
Kini giiran saya menyicipi cairan pink itu. “Emm..iyah kurang manis. Kurang gula.”.
“Tuh kan, untung aja belum dibagiin ke mushola. Besok ngerebus gula dulu biar manis. ” spontan mamah menimpali.

Keesokkan harinya, satu baskom jus hasil revisi itu ludes disantap para ifthar’ers di mushola. Senang melihat mereka tersenyum ceria kala menyantapnya. Maklum lapar boy! 

Satu hal yang saya pelajari dari peristiwa ini, adalah sebuah kepantasan. Jus itu harus dipantaskan agar lebih enak dan indah dipandang. Dan ada sebuah masa dimana saat kepantasan itu sudah ada maka akan ada kebahagiaan disana.

Coba saja kalau saya tetep keukeuh membagikan jus saat itu, mungkin tak akan enak. Malah jadi cibiran orang. Niatnya mau beramal malah membuat orang lain menggunjing kita. Malah jadi dosa, ya ndak?! Maka saya belajar bahwa ada sebuah proses pemantasan untuk sebuah cita-cita atau impian. Istilah kerennya “Akan indah pada waktunya”.

Begitu halnya dengan mencapaian impian kita. Ada proses yang mesti dijalani sebagai bentuk pemantasan diri kita. Allah pun akan memberikan apa yang kita inginkan jika kita memang sudah pantas mendapatkannya.

Apakah kepantasan itu identik dengan menunggu atau pekerjaan pasif? Bukan sahabat, kepantasan atau memantaskan diri itu harus dikejar alias diusahakan. Misalnya seorang mahasiswa ingin lulus kuliah, ia berusaha memantaskan diri dengan kerja keras nyari bahan studi, rajin bimbingan ke dosen, rajin ke perpus, rajin sholat malam dan usaha lainnya. Maka ganjarannya ia pantas lulus. Akan ada sebuah harga untuk setiap yang kita inginkan.

Atau misalnnya ingin naik gaji. Tentu ia mesti memantaskan diri dengan meningkatkan produktivitas kerja, memperbaiki hubungan dengan atasan, bawahan dan klien, rajin sholat dhuha, rajin tahajud dan rajin sedekah. Insyaallah akan naik gaji.

Yang pengen dapet kerja ato lancar usahanya. Bisa dijajal juga ramuan sholat sunnah, dhuha, dan tahajudnya. Jangan lupa sebutin hajatnya 7 kali biar Allah timbulkan keyakinan bahwa impian kita akan diijabah-Nya. Owya, dari pengalaman yang udah-udah, perbanyak sedekah. Ubah mindset, dapet kerja baru sedekah jadi sedekah dulu baru Allah akan mudahkan rezeki kita. InsyaAllah..

Yang ingin dapet jodoh, memantaskan diri dengan mempersiapkan ilmu rumah tangga, memperluas pergaulan, perbaiki sholat wajibnya, dirikan sholat sunnahnya, bangun sholat malamnya, rajin istikharahnya. Bagaimanapun sholat adalah sebuah komitmen. Nah, kalo udah komitmen sama Allah insyaallah dia bisa komitmen sama pasangannya. Dan jangan lupa, obatilah penyakitmu dengan sedekah. Jomblo juga penyakit kan?! Penyakit kesepian, obatilah dengan sedekah. Hehe..

Dan satu hal yang ndak kalah penting adalah doa orang tua. Ini must be,kudu, harus jadi perhatian kita. Karena bagaimanapun doa orang tua lebih melesat dan lebih mustajab di mata Allah. Bangun hubungan baik dengan orang tua. Minta doa atas hajat kita disebutkan di tiap sholat mereka. Insya Allah, Allah akan melihat begitu gigihnya kita untuk memperjuangkan apa yang kita inginkan.

Terlepas dari itu semua, tetaplah bersandar pada Kekuasaan-Nya. Kita punya rencana, Allah juga. Dan Dialah sebaik-baik sutradara. Jadikan Allah sebagai sandaran atas semua usaha dan doa yang kita perjuangkan. Selamat berjuang sahabat, selamat memantaskan diri..:)

Ya Allah, sanggupkan hamba untuk memantaskan diri di hadapan-Mu..Amin Ya Mujibbasailin..


Bandung, 18 Ramadhan 1432 H

Tidak ada komentar: