Jumat, 26 Agustus 2011

Restoran Siap Saji dan Sebuah Pengorbanan

Bismillah..

Sahabat, pernahkah makan di warung nasi atau restoran siap saji? Bagaimana rasanya? Adakah perbedaan saat kita mengisi perut lapar kita dengan makan di warung nasi dengan di restoran siapa saji? Pertama, dari tempatnya sudah bisa terlihat yang mana yang paling cozy, bersih dan enak buat hang out.

Kedua dari makanannya. Kalau yang satu ini tergantung selera dari sahabat sendiri. Ada yang lebih suka dengan makanan rumahan, karena serasa makan masakan ibu sendiri. Adapula yang memilih makanan yang cepat saji, “enak”, dan praktis. Namun dahulu saat saya masih usia remaja, makan di sebuah restoran adalah suatu yang bergengsi. Bahkan sering dengan bangganya saya menenteng kantong plastik transparan berisi burger di hadapan tetangga. (pamer mode on ).

Tapi disamping itu semua, ada hal yang tak kalah penting dan bisa kita ambil hikmahnya. Yakni tentang system pembayarannya. Saat kita makan di warung nasi, pertama yang kita lakukan adalah memesan, lalu makanan diantar, kemudian kita makan, dan setelahnya kita baru membayar. Coba bandingkan dengan yang terjadi di restoran siap saji. Kita memesan makanan, makanan datang, lalu kita bayar , sejurus kemudian baru kita bisa menikmati makanan yang telah kita bayar. Sahabat bisa bedakan nikmat yang mana? Makan sebelum kita membayarnya, atau lebih tenang setelah kita bayar di muka?

Adakah sahabat menangkap maksud saya? Ya, sebuah hikmah yang bisa kita petik, betapa lebih NIKMATnya jika kita menikmati sesuatu yang telah kita BAYAR terlebih dahulu. Ada Pengorbanan yang telah kita Lunasi untuk sesuatu yang ingin kita capai.

Sahabat, pengorbanan dan keberhasilan sudah menjadi hukum alam. Ingatkah sebuah hadist “Man Jadda Wa Jadda” yang artinya Siapa yang bersungguh-sungguh Ia pasti dapat. Maka kita bisa melihat kesungguhan seorang pria yang mencintai wanita pujaannya setelah ia “berkorban” untuk menikahinya dan memberi mahar yang sesuai. Atau pengorbanan para pahlawan yang menginginkan negaranya merdeka kemudian mereka bayar dengan darah, harta dan nyawa mereka.

Pernahkah sahabat mendengar pepatah cinta adalah pengorbanan. Maka untuk mendapatkan cinta Allah butuhlah suatu pengorbanan yakni sholat, zakat., serta amal lainnya. Pun jika sahabat memimpikan sesuatu apapun itu, jika benar sahabat mencintainya maka sahabat akan rela berkorban untuknya. Baik itu waktu, tenaga, harta atau apapun yang membuat sahabat bisa memilikinya.

Maka sahabat indahnya sebuah pengorbanan untuk sesuatu yang kita damba. Seperti saat kita naik kelas, ada satu kepuasan yang terbayar saat kita naik tangga-tangga keberhasilan secara perlahan. Dan makin nikmat jika itu hasil dari kerja keras dan pengorbanan kita.

Dan untuk memperbesar gairah pengorbanan kita, temukan alasan yang tepat untuk menyulut semangat juang kita. Dan alasan yang paling tepat untuk kita berjuang adalah Cinta. Saat kita mencintai sesuatu, energi gaib yang begitu kuat akan mendorong dan memacu semangat. Pun saat kita lemah dan kehilangan daya untuk mengejar impian kita, lihatlah kembali impian yang kita cintai itu. Maka tanpa sadar gairah itu akan muncul kembali. Mungkin ia akan semakin kuat.

Namun, apabila gairah itu meredup meski telah disulut oleh impian yang kita cintai itu, maka patut dipertanyakan. Apakah kita sungguh-sungguh mencintai Impian kita itu? Ataukah hanya sebatas keinginan saja? Untuk itu, galilah lagi alasan yang menjadi “hot button” untuk kita berjuang.

Pada akhirnya, Selamat Berjuang dan Berkorban untuk apa yang sahabat cita-citakan. Temukan alasan tepat agar gairah perjuangan itu makin kuat berkobar.
Semoga memberi hikmah..

Thanks to: Pak Bayu Maulana, Bu Dewi Nur Fiana, Bu Sarah Nasution. Terimakasih, bersama kalian adalah salah satu fase terindah dalam hidupku..:)

Bandung, 5 Maret 2010

Tidak ada komentar: