Jumat, 26 Agustus 2011

Ramadhan Pertama

Bismillah..

Ini bukan bercerita tentang Ramadhan saya pertama kali. Alhamdulillah (seharusnya istighfar ya..) sudah hampir 22 tahun saya hidup di dunia. Tentu sudah 22 tahun, bulan penuh rahmat ini saya lalui. Ini juga bukan tentang Ramadhan pertama saya bersama “siapa”. Karena belum ada yang mendampingi saya di bulan penuh cinta ini. Insya Allah ada masanya nanti..:)

Patut disyukuri, di awal bulan ini saya mendapatkan sebuah kesempatan. Kesempatan yang dulu saya lakukan setengah hati. Karena jujur saat kuliah hati saya terbagi, antara Bandung-Jatinangor. Kini setelah aktif lagi di Bandung, saya enggan lepas kesempatan ini (insya Allah). Kesempatan itu adalah mengisi kembali mentoring adik-adik SMA almamater saya. Saya percaya, Allah memberikan kesempatan ini untuk memuliakan saya. Pun sahabat jika memiliki kesempatan apapun itu, Jalankanlah dan Mulia-lah, insya Allah..

First moment, bertemu lagi adik-adik, ada gugup yang hinggap. Sudah lama saya tidak mengisi mentoring. Meski setelahnya saya nyaman kembali. Suasana kembali cair. Kami berkenalan satu-persatu. Allah akan memuliakan majelis yang menyebut nama-Nya, melantunkan ayat-Nya. Dan dalam lingkaran kecil kami, ayat-ayat cinta-Nya mengangkasa.

Secara keseluruhan, saya melihat ada binar antusias di mata adik-adik. Ada keinginan untuk menimba ilmu bersama. Pun saya. Dalam mentoring saya akan belajar banyak hal. Salah satunya pertemuan saya dengan seorang gadis anggota mentoring saya. Dia begitu melankolis dan kalem. Meski kadang-kadang narsis dengan humornya yang menggigit. Dia pun cantik dan lugu.

Seperti biasa, sebelum mentoring dimulai, kami membacakan ayat Al-Quran. Masing-masing mendapat giliran. Rata-rata bacaannya lancar. Namun lain dengan sang gadis yang satu ini. Awalnya ia mengaku belum bisa baca Al-Quran. Tanpa banyak komentar, saya pikir ya sudahlah mungkin belum begitu lancar atau malu barangkali jika diperhatikan banyak orang. Namanya juga permulaan.

Pekan selanjutnya terjadi hal yang sama. Sang gadis belum juga mau untuk membaca saat ia dapat giliran. Saya makin berprasangka. Ya Allah,apa orang tuanya ngga pernah ngajarin anaknya ngaji ya? Kontras dengan saya yang dari umur tiga tahun, orang tua saya getol mengantar ngaji. Saya dimasukkan TKA-TPA. Belajar agama dari kecil membuat saya setidaknya mafhum. Meski saat ini saya baru sadar ilmu saya belum ada secuil pun.

Kembali pada sang gadis. Akhirnya di pertemuan kali itu terkuaklah misteri itu. Misteri yang awalnya saya sangkakan kesalahan orang tuanya kurang mempersiapkan ajaran agama sang anak. Ternyata eh ternyata, sang gadis seorang mualaf. Ia baru masuk Islam April lalu. Ibunya seorang muslim dan ayahnya Nasrani. Terlepas dari latar belakangnya, saya hanya memfokuskan pada keadaan sang gadis saja.

Jujur, saya belajar banyak dari saudari saya yang mualaf ini. Saya belajar betapa ia gigih mempertahankan agamanya di tengah keluarganya yang mayoritas non islam. Ia begitu taat menjalankan sholat, meski bacaannya belum purna. Pernah ia bercerita, “Teh, tadi saya sholat dhuha. Diajakin sama temen. Kan saya belum bisa, jadi nyontek dia aja..”. Duh Ya Allah, terkadang saya sendiri khilaf meluangkan waktu untuk bersyukur pada-Nya saat matahari sepenggalah naik itu.

Di Bulan Ramadhan pertamanya ini, sang gadis kini rajin menjalankan sholat. Meski harus mencontek buku panduan dan membaca kalimat latinnya. Ia pun belajar membaca Quran. Masih Iqra satu sih,itu pun belum tamat. Tapi saya appreciate akan semangatnya. Dia mulai kritis dengan bertanya ini-itu seputar Islam. Guru, kakak kelas, dan teman-temannya turut membantu.

Sekilas saya terbersit ketaatan Nabi Ibrahim As saat ia mengetahui bahwa Allah-lah Tuhan-nya. Hanya Allah-lah Pemilik alam semesta. Semua yang ada di langit dan bumi tunduk kepada-Nya. Betapa taatnya beliau, hingga rela mengorbankan buah cintanya demi titah Tuhan.
Saya mengurut dada melihat kesungguhannya untuk taat ajaran Allah. Saya tengok dalam diri saya. Duh, ternyata iman saya masih compang-camping. Padahal katanya sudah dari lahir beragama islam. Nyatanya ketaatan saya pada Tuhan patut dipertanyakan. Terkadang saya yang katanya “mafhum”, lebih sering tawar-menawar aturan dengan Allah. Astagfirullah, semoga Allah mengampuni..

Sahabat mohon doanya untuk saudari kita itu. Semoga Allah selalu menguatkan hatinya, menjaga imanya dan melindunginya selalu di Jalan Allah. Semoga dia tetap istiqomah. Dan semoga kita selalu belajar untuk taat dan dijauhkan dari rasa ujub dan sombong yang mengerogoti rasa tunduk kepada Tuhan. Amin..

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah Beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dengan dengan maksud ria kepada manusia serta menghalangi (orang) dari Jalan Allah. Dan(Ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Anfal 46-47).

Semoga bermanfaat..


Bandung, 25 Agustus 2010

Tidak ada komentar: